Menjelajah Kuliner di Tanah Minang

Ulasan buku oleh Rina Susanti 

Judul Buku: Hei Minang, Catatan Perjalanan Lidah di Ranah Minang 
Penerbit: PT Simpul Aksara Grup 
Hal: 113 
Penyusun: Tastemade Indonesaia dan KAUM
Hard cover, full colour 

Catatan Perjalanan Lidah di Ranah Minang

Indonesia itu kaya, kaya alamnya, kaya budayanya, kaya kulinernya. 

Bicara soal keanekaragaman makanan Indonesia tidak akan ada habisnya, dari Sabang sampai Merauke, dengan cita rasa beragam, beragam pula bahan dan bumbu yang digunakan. 

Dan bicara soal masakan daerah Indonesia, yang paling populer  dan banyak peminatnya adalah masakan khas Minang yang sebagian   besar  masyarakat Indonesia menyebutnya masakan Padang,  merujuk pada masakan yang berasal dari Sumatra Barat atau tanah Minang. Kepopuleran masakan Minang  tidak lepas dari kebiasaan masyarakatnya yang suka merantau dan berniaga. Orang  Minang merantau ke berbagai daerah di Indonesia, memperkenalkan masakannya atau membuka warung yang menjual masakan khas mereka.

Masakan Minang dengan bumbu dasar santan dan rempah, menurut pakar kuliner nusantara William Wongso, tidak lepas dari pengaruh masakan India Selatan di mana para pedagang dari India ini berlabuh dan melakukan perdagangan di pantai Sumbar pada sekitar abad ke 13. 

Yap, bicara soal makanan memang yang tidak dipisahkan dari budaya dan sejarah masyarakatnya. itu sebabnya makanan Indonesia memiliki cita rasa yang berbeda di setiap daerah walaupun dalam satu pulau. Sebagai contoh, masakan Jawa yang cenderung bercita rasa manis tidak lepas dari pengaruh era kolonialisme selama cultuurstelsel atau tanam paksa di mana di Jawa Tengah dan Jawa Timur dipaksa menanam tebu yang merupakan bahan utama gula. Di Jawa Barat, dipaksa menanam kopi dan teh, dari sini terbentuk cita rasa lidah masyarakatnya yang kemudian berpengaruh pada cita rasa masakan, Jawa yang cenderung manis dan Sunda yang cenderung tawar – identik dengan lalapan mentah, asin dan gurih.

Hei Minang adalah buku tentang catatan perjalanan menjelajah kuliner Minang di tanah asalnya, Sumatra Barat. Ide menjelajah dan mendokumentasikan kuliner Minang ini  digagas oleh Tastemade Indonesia  sebuah perusahaan media modern yang bertujuan untuk menghubungkan semua orang melalui ‘rasa’ dan KAUM, restoran dengan management Potato Head family, restoran Indonesia yang menyajikan kurasi makanan Indonesia. Diikuti peserta yang terdiri dari chef, pegiat kuliner, fotographer dan illustrator, mereka mengunjungi beberapa tempat  yang menyajikan masakan khas Minang. 

Perjalanan kuliner ini mengikuti peta wilayah Minang yang  terdiri dari empat Luhak*, tiga tempat yang dipercaya  merupakan asal muasal orang Minang yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, Luhak Lima Puluh Kota dan satu Luhak Rantau yang merupakan Luhak perluasan wilayah Minang karena kebiasaan orang Minang yang didorong untuk merantau. Dengan begitu diharapkan masakan yang diicip peserta mewakili keragaman kuliner di Tanah Minang.

Satu Luhak terdiri dari beberapa  kabupaten atau kota, keempat Luhak tersebut memiliki kekhasan berbeda termasuk dalam hal makanan, walaupun sekilas ada makanan yang sama atau mirip tapi ada  perbedaan pada bahan, bumbu atau cara memasak. Karena tiap nagari atau desa bisa mempunyai bumbu atau rempah kering yang tidak akan ditemukan di tempat lain ( hal 26). Ada  jenis bumbu masakan Minang yang hanya tumbuh di satu Luhak dan tidak tumbuh di Luhak lain.  Misal tanaman Galundi yang menjadi bumbu Gulai Ayam Itam di Luhak Tanah Datar. Rendang Lokan dari pesisir Sumbar, Luhak Rantau, rendang yang terbuat dari lokan, sejenis kerang yang hidup di muara. 

Beberapa masakan Minang yang diceritakan dan ditulis resepnya dibuku ini tidak terlalu popular di masyarakat Indonesia karena tidak semua restoran nasi padang atau nasi kapau di luar Minang menjual menu ini,  seperti ; Nasi Padeh, Gulai Ayam Itam, Rendang Lokan, Ampiang Badadiah dan Bika Bakar. Tentunya ini memperkaya pengetahuan masyarakat di luar Minang tentang keanekaragaman makanan khas daerah di Indonesia.

Yang istimewa, para penjelajah kuliner ini tidak hanya menikmati kuliner Minang tapi bertemu dan diajari memasak langsung oleh para Uni yang memang ahli memasak masakan Minang tersebut. Belajar memasak rendang tumbuak dengan Uni Emi di Luhak 50 Kota, Uda Haber berbagi resep Ayam Pop, resep yang sudah diwarisinya dari generasi ke generasi. Belajar membuat rendang lokan dengan Uni Vina.

Di luar makanannya, Minang juga punya kopi Solok Radjo. Ya bicara tentang kuliner Nusantara memang tidak bisa dilepaskan juga dari kopi. Indonesia memliki beragam jenis kopi dengan cita rasanya yang khas, perbedaan cita rasa ini tidak lepas dari iklim dan geographis di mana kopi tumbuh. Dan bicara soal kopi tidak lepas dari ide tanam paksa yang dilakukan Belanda pada masa kolonialisme. Tanah Minang pun punya sejarah bagaimana awal mulanya mereka  menikmati kopi. 

Buku ini menjadi lebih istimewa karena dilengkapi foto dan ilustrasi yang sangat menarik,  dengan kemasan eksklusif dan full color, sehingga sangat layak dikoleksi oleh pegiat – peminat – penulis – penikmat – kuliner Nusantara. Buku yang bisa menjadi inspirasi untuk menjelajah kuliner Nusantara di daerah lain. 

Keterangan; 
*Luhak semacam wilayah konferederasi atau pengelompokan wilayah.
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *